Latest News

Cerpen Sahabat Koe

, Posted by Mr. Jabat at 21.46


Mengingat Masa Doeloe Dan Sekarang

oleh: Eko Yudik Pranata










Masa-masa belum kenal internet, yang punya telpon rumah masih jarang itu juga pesawatnya model yang puteran bukan yang pencet-pencet, ponsel apalagi, tapi semua itu tak bikin kita mati gaya.

.



1. Naksir, ingin menembak si dia?

Pura-pura pinjam buku, lalu kembaliin plus “bonus” puisi cinta (dibikinin teman sih yang disogok pake permen endog cecak). Ingat lagunya Iwan Fals- Buku ini Aku Pinjam. Agak frontal dikit, menaruh surat cinta di laci mejanya. Lebih telak lagi, bikin pesawat-pesawatan dari kertas, komplit dengan tulisan “I love you pulll”, awas saat mengirimnya jangan sampai nyasar mendarat di hidung guru BP yang sedang memberi penyuluhan di kelas… Habis itu harap-harap cemas menanti surat …. penolakan … wakakak …. Gimana lebih enak ditolak lewat surat kan ketimbang lewat SMS, bisa dikumpulin buat kenangan koleksi penolakan yang kesekian … wakakak … Tentu saja mekanisme pengiriman pesan tersebut rawan penyadapan, dan bisa salah tembak. Maunya mengirim ke Susan, jatuhnya kok ke tangan Susanto .. wah bisa berabe … Ingat Jean Pattikawa nyanyi, “Surat cintaku yang pertama, membikin hatiku berlomba ….”, atau Kangen, “Kau Tuliskan Padaku Kata Cinta Yang Manis Dalam Suratmu …”, atau Kahitna, “Suratku ini, cerminan luka di hati …” Kalau sekarang mungkin liriknya berubah kali, jadi “Email cintaku yang pertama, membikin hatiku berlomba …” Yang jatuh cinta, suratnya disemprot parfum biar wangi, lha yang putus cinta? Ya disemprot Baygon saja …





2. Mau kirim-kirim salam?

Pulang sekolah mampir dulu ke kantor Stasion Radio untuk nitip pesan. Sore-sore siap di depan radio sambil pasang kuping nunggu pesannya dibacain, “Ya, buat paman gembul, nirmala dan donal bebek, tadi di kelas paman gober marah-marah melulu, hati-hati dengan si sirik, buat don kisot kembaliin kaset genesis gue, buat penyiarnya yang rukun aja ya …, dari ikkyu san di planet krypton …. oya titip lagu madu dan racunnya Ari Wibowo … spesial buat samwan yang tega meninggalkanku ….” Puas deh rasanya …, padahal yang dikirimin pesan lagi pada molor semua …. Makanya lain kali jangan cuma kirim salam, tapi kirim juga laos, temulawak, kunir, dll …. lho?



3. Mau menelpon lokal siapkan kepengan, dulu sih seratusan perak, yang tipis lho bukan yang tebal.

Sambil cari-cari telpon umum yang masih utuh, soalnya ada yang cuma tinggal gagangnya doang, ada juga yang “interior” masih utuh, jebulnya di atas nggak nyambung ke kabel telpon. Kadang nemu yang jalan, eh dipake tempat pacaran, atau berteduh waktu hujan. Pernah sih nunggu orang selesai telpon, eh dianya ngeluarin recehan segepok taruh di atas pesawat telpon. Ya udah deh, nyari lainnya aja …. Eh malah diajarin anak-anak kecil ngunthet koin pake kawat, hayooo …. Masih ingat pesan nan “mengharukan” ini, “Tiga menit waktu anda sudah habis, silakan masukkan koin lagi …” Duh, koinnya dah habis buat main dingdong …..



4. Pak Pos is my hero

Menunggu-nunggu Pak Pos datang, terutama yang sedang di perantauan, kiriman kabar dari kampuang nan jauh di mato. Juga surat dari tambatan hati, wuiihhh ada cap bibirnya segala … Rasanya tulisan tangan plus wangi surat lebih berkesan (yah masak nulis surat cinta mesti ke rental dulu, lebih romantis tulisan ceker ayam ketimbang cetakan printer dot-matrik yang pitanya udah kusut dan mbrodholi, maklum di rental) soalnya bisa diciumi tiap hari…hihihi. Pokoknya Pak Pos is the one and only selalu dinanti meski kadang telat



5. Mau janjian?

Pastikan tempatnya dengan jelas, supaya jangan sampai tlisiban (apa ya artinya ini? pokoknya, kau kesini, dia kesitu, kau begini, dia begitu, dia menunggu di sana, kau menunggu di situ). Konyol kan kalau janjiannya di alun-alon lor, panjenengan menunggunya di alun-alun kidul. Benarkah keberadaan ponsel sekarang meminimalkan potensi tlisiban?



6. Kartu ucapan Hari raya

Nyari-nyari dan pilih-pilih kartu Lebaran atau Natal. Sebenarnya nggak apa juga sih pilih satu set yang sama, soalnya kirimnya kan ke orang yang berbeda. Ada yang kreatif, bikin sendiri kartu lebarannya digambar sendiri. Ngirim kartu biar hemat prangko, nggak usah dilem amplopnya ya …



7. Tidak ada telpon, mau kirim berita cepat

Pilihannya adalah kilat khusus. Atau lewat telegram saja (duh, yang ini udah punah deh), oke, kma ttkhbs (ssstt … pelajaran bahasa Indonesia di sekolah masih ada nggak cara menulis telegram?). Mau lebih hemat lagi tapi lebih cepat, ya belajar telepati aja … hahaha



8. Tidur lebih nyenyak, bangun lebih enak

Coba sekarang, baru melek dikit sudah melirik ada pesan masuk tidak, ada miscalled tidak, masuk WC aja ganti dulu statusnya, pagi-pagi belum sarapan burjo sudah sarapan pulsa dulu





9.Sebelum mulai pelajaran

Sekarang: Harap semua ponsel dimatikan, jangan ada yang mainan SMS saat pelajaran.

Dulu: Harap semua komik disimpan, jangan ada yang baca stensilan saat pelajaran.


















Kata-kata Mutiara





Lisan orang yang berakal dibelakang hatinya jika ia hendak berkata, ia berfikir. Jika itu baik baginya, ia berbicaara. Tapi jika tidak, ia diam.





Sedangkan hati orang bodoh di belakang lisanya jika ia ingin bicara, ia bicara. Tak perduli pembicaraanya itu bermanfaat atau mudhorot baginya.











[SAM-RED]





السلام عليكم ورحمة الله وبركاته





Alhamdulillahilladzi ja’alal quraana tibyaanan likulli syaiin wa siroojan muniiro, Rasa syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan umur serta kemampuan kepada kami untuk tetap mengeksisten kan Bulletin KOMA pada terbitan kedua ini.





Kami ucapkan terimakasih kepada segenap “kepala” yang selalu memberikan dorongan dan bantuan nya sehingga terbitlah secarcik lempiran ini yang mungkin dapat berguna fiddunya wal akhirot Amin. Terimakasih kepada Tim Redaksi yang telah merelakan waktu, tenaga, dan fikiran nya demi mengemban tugas yang mereka genggam.





Mohon maaf kepada segenap pembaca bilamana dalam terbitan kedua ini masih terdapat kesalahan yang sangat mungkin bagi kami untuk terus belajar dalam menyusun bulletin tersebut Untuk itu kami mohon kritik dan saran anda demi kehidupan Bulletin ini.





Semoga apa yang telah kami sajikan dalam Bulletin ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amiin.





 ÙˆØ§Ù„سلام عليكم ورحمة الله وبركاته






















INDONESIA MASUK FINAL “PD”





Tim nasional sepak bola Indonesia memiliki kebanggaan tersendiri, menjadi tim Asia pertama yang berpartisipasi di Piala Dunia FIFA pada tahun 1938. Saat itu mereka masih membawa nama Hindia Belanda dan kalah 6-0 dari Hongaria, yang hingga kini menjadi satu-satunya pertandingan mereka di turnamen final Piala Dunia. Indonesia, meski merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar, tidak termasuk jajaran tim-tim terkuat di AFC.





Indonesia pada tahun 1938 sempat lolos dan ikut bertanding di Piala Dunia 1938. Waktu itu Tim Indonesia di bawah nama Dutch East Indies, peserta dari Asia yang pertama kali lolos ke Piala Dunia. Indonesia tampil mewakili zona Asia di kualifikasi grup 12. Grup kualifikasi Asia untuk Piala Dunia 1938 terdiri dari 2 negara, hanya Indonesia dan Jepang karena saat itu dunia sepakbola Asia memang hampir tidak ada. Namun, Indonesia akhirnya lolos ke final Piala Dunia 1938 tanpa harus menyepak bola setelah Jepang mundur dari babak kualifikasi karena sedang berperang dengan Cina.





Pada tahun 1930-an, di Indonesia berdiri tiga organisasi sepakbola berdasarkan suku bangsa, yaitu Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) yang lalu berganti nama menjadi Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU) di tahun 1936 milik bangsa Belanda, Hwa Nan Voetbal Bond (HNVB) punya bangsa Tionghoa, dan Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI) milik orang Indonesia. Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) sebuah organisasi sepakbola orang-orang Belanda di Hindia Belanda menaruh hormat kepada Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI) lantaran Soerabajasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB) yang memakai bintang-bintang dari NIVB kalah dengan skor 2-1 lawan Voetbalbond Indonesia Jacatra (VIJ) salah satu klub anggota PSSI dalam sebuah ajang kompetisi PSSI ke III pada 1933 di Surabaya.





NIVU yang semula memandang sebelah mata PSSI akhirnya mengajak bekerjasama. Kerjasama tersebut ditandai dengan penandatanganan Gentlemen’s Agreement pada 15 Januari 1937. Pascapersetujuan perjanjian ini, berarti Belanda mengakui PSSI. Perjanjian itu juga menegaskan bahwa PSSI dan NIVU menjadi pucuk organisasi sepakbola di Hindia Belanda. Salah satu butir di dalam perjanjian itu juga berisi soal tim untuk dikirim ke Piala Dunia, dimana dilakukan pertandingan antara tim bentukan NIVU melawan tim bentukan PSSI sebelum diberangkatkan ke Piala Dunia (semacam seleksi tim). Tapi NIVU melanggar perjanjian dan memberangkatkan tim bentukannya. NIVU melakukan hal tersebut karena tak mau kehilangan muka, sebab PSSI pada masa itu memiliki tim yang kuat. Dalam pertandingan internasional, PSSI membuktikannya. Pada 7 Agustus 1937 tim yang beranggotakan, di antaranya Maladi, Djawad, Moestaram, Sardjan, berhasil menahan imbang 2-2 tim Nan Hwa dari Cina di Gelanggang Union, Semarang. Padahal Nan Hwa pernah menyikat kesebelasan Belanda dengan skor 4-0. Dari sini kedigdayaan tim PSSI mulai terkenal.





By: Prabhu Agie Chuntuk IV_C























BOBROKNYA PERSEPAK BOLAAN KITA





Berbicara tentang kekerasan, Liga Indonesia sepertinya merupakan salah satu “ top score”nya. Kita masih ingat dengan kekerasan pada laga PSID vs PERSEBA, yakni pemain PSID yang tidak puas dengan kepemimpinan wasit . Yo akhire wasitnya dibuat bancaan para pemain. Sungguh ironis mengingat tujuan utama sepakbola sebenarnya adalah sebagai hiburan bukan malah ajang pamer otot kasus diatas adalah sebagian kasus yang terjadi di tanah air tercinta ini.





Sebenarnya apa sih masalah yang menyebabkan tawuran menjadi popular di persepakbolaan Indonesia? Wasit yang tidak adil, pemain yang terlalu emosi, atau suporter yang anarkis? Kalau menurut saya pribadi, mungkin hal ini merupakan kesalahan semua elemen yang berperan didalamnya.





Coba kita bayangkan meskipun wasitnya kurang adil, tapi jika para pemain bisa mengendalikan diri, maka pertandingan pun pasti berjalan aman. Begitu juga supporter, seharusnya harus bisa menjaga sikapnya tidak boleh bertindak sembrono dengan membuat anarkis seperti membakar tribun, melempari pemain lawan dengan botol, dll., juga turun ke lapangan untuk menghajar wasit yang menurut mereka tidak adil. Maka dari itu, dibutuhkan kerjasama dari semua pihak untuk menjaga suasana di dalam suatu pertandingan agar tetap berjalan damai.





Jika pertandingannya aman, masyarakat pasti akan sangat senang dan merasa aman untuk menonton langsung pertandingan. Klub pun tentu saja mendapat keuntungan dari bertambahnya supporter.





Maka dari itu, salah sebenarnya jika kita saling menyalahkan satu sama lain. Yang kita butuhkan adalah kesadaran dari semua pihak diatas untuk menjaga kedamaian dan keamanan bersama. Bukan begitu?





By: Vanbregaz III_A2











Bola????





Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar dan bahkan akrab dengan istilah tersebut. Ya, sebuah kata yang akan mengingatkan kita pada sebuah jenis olahraga terpopuler sepanjang masa, sepak bola. Yang mana semua mengenalnya bahkan kita (seorang santri). Bagaimanakah kita memandangnya?





Hal tersebur tentu akan berbeda, di satu sisi mugkin ada yang memandangnya menjadi sesuatu yang tidak penting, yang hanya akan membuang waktu, ada yang mengatakan sepakbola adalah bisnis, yang bisa mendatangkan keuntungan tersendiri melalui berbagai jalan. Ada pula yang memandang sepakbola adalah kenikmatan hidup. Lalu bagaimana kita memandangnya?





Sepakbola memiliki beberapa elemen penting, yang mana elemen tersebut saling melengkapi dan berkaitan erat. Satu saja tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka tujuan dan makna sepakbola tidak akan tercapai. Bayangkan jika tidak ada kiper, wasit, atau pemain. Bagaimana permainan akan berjalan?





Bagi orang yang memandang sepak bola sebagai bisnis, tentu elemen menjadi hal penting. Tanpa pemain sepakbola akan pincang dan tidak ada pertandingan dan kemenangan, dengan begitu tidak akan ada materi darinya. Tidak akan ada ikatan kerja, sponsor, sehingga tidak akan ada keuntungan yang datang. Dalam kenyataan, orang ini memandang hidup hanyalah untuk memenuhi tujuan tertentu serta berujung pada materi dan ambisi. Kelompok ini hanya akan berfikir bagaimana dia bisa menang, bisa mencapai tujuannya, apapun itu caranya. Dengan begitu ia akan kehilangan waktu berharga dalam setiap pertandingan, kehilangan kebersamaan karena hanya mengejar materi. Dan akan merasa gagal jika tujuannya tidak tercapai.





Dan bagi yang memandang sepakbola adalah suatu yang tak penting, kehilangan salah satu elemen mungkin tidak membuatnya bingung. Tidak ada kiper atau salah satu pemain bukan sebuah masalah besar. Karena ada atau tidak adanya sepakbola akan sama saja. Tetapi sadarkah mereka bahwa ketiadaan elemen kecil berpengaruh dalam hidupnya? Kelompok orang diatas ini adalah orang yang menganggap suatu yang remeh itu tidaklah penting, bisa dikatakan orang-orang seperti ini adalah orang yang menggampangkan sesuatu, padahal “sesuatu yang besar itu dimulai dari sesuatu yang kecil” seperti dijelaskan di edisi kemarin (noto sandal).





Sedangkan orang yang memandang sepakbola adalah sebuah kenikmatan merasa bahwa kehilangan salah satu elemen juga masalah besar. Namun bukan materi yang mereka kejar, melainkan sebuah proses menikmati saat sepakbola. Jadi gol ataupun kemenangan bukan tujuan utama. Baginya, menang hanya sebuah bonus dari proses tersebut. Karena inti dari itu semua adalah merasakan keindahan. Jadi kalah atau menang tetap merasakan kenikmatan. Gambaran ini menunjukan bahwa hidup bukan untuk satu tujuan, yang penting adalah meresapi makna kehidupan. Sehingga tidak menuntut mereka untuk meperoleh kemenangan, mereka menganggapnya sebagai karunia yang patut disyukuri. Jika sebaliknya, mereka tetap bisa hidup santai dan bahagia.





Jika diibaratkan bola seperti ilmu, orang yang bermain sepakbola sama halnya orang yang mencari imu. Dan tujuan yang ada pun berbeda-beda, pertama orang yang menganggap sepakola tidak penting, seperti pelajar yang menyia-nyiakan waktunya dan melakukan hal yang percuma.





Sadarkah mereka betapa pentingnya ilmu dalam kehidupan mereka? Namun, mengapa mereka menyia-nyiakan waktunya secara percuma seperti tidak mau sekolah dll.? Kedua, orang yang menganggap sepakbola hanyalah materi, seperti pencari ilmu yang hanya ingin naik dan naik kelas, ijazah dan bekerja.





Ketiga, orang yang menganggap sepakbola hanya mencari kemenangan. Entah dengan cara apa saja mereka bisa menang. Mereka seperti pencari ilmu yang menguatamakan kelulusan dengan cara apa saja. Mereka bisa dikatakan orang yang suka menggampangkan segala sesuatu (halal, haram, hantam). Dan mereka tidak mengerti hakikat kelulusan bahwa mereka telah membawa nama besar almamaternya, tanggungjawab yang besar pula untuk memikul nama almamaternya.





Keempat, orang yang menganggap sepakbola adalah sebuah kenikmatan. Seperti pencari ilmu yang menikmati segala proses-proses mencari lmu. Mereka tidak hanya terpaku pada satu tujuan belaka. Jika tujuan tersebut tidak tercapai, ia akan tetap menikmati dan meresapi hikmah mencari ilmu. Dimulai dari mematuhi peraturan syariat islam hingga peraturan yang berlaku. Contohnya memakai seragam lengkap saat sekolah, memeriksa kelengkapan atribut, dll. Namun jika ia tetap mencari ilmu dengan atribut tak lengkap. Apakah menurut orang lain itu pantas? Padahal jelas-jelas dikatakan bahwa inna lloha thoyyibun la yaqbalu illa thoyyiban.





ان الله طيب لايقبل الا طيبا





“sesungguhnya allah adalah dzat yang indah, tidak menerima sesuatu, kecuali yang indah.” Sehingga orang-orang ini selau menikmati proses-proses dalm menuntut ilmu. Lal termasuk golongan mankah anda??.





By: Abdurrohman Falahuddin















 PERADILAN RAKYAT





Pengacara enom kang pinter sambang nang omahe bapak ne. pengacara sing di sungkani karo wong akeh lan kanca kancane lan penegak hukum.








Tapi aku ora teko dadi anak panjenengan Pak” jerene pengacara iku” aku teko mrene dadi pengacara enom singa penggaweane negakno lan nglurusake keadilan ingka negoro singa morat-marit iki.








Pengacara tuwo jenggoten putih iku ora kaget wonge wasno anak’e tekan kursi rodane, trus jawab karo suoro ayem lan alus.








Opo sing kowe tentang “pengacara enom”?








Pengacara enom iku takok “Bapak takon kulo?








Yo, nang kowe duduk dadi anakku tapi kowe dadi pengacara sing negakno hukum lan keadilan nang negri sing akeh korupsi iku.

Pengacara enom iku ngguyu








Iyo nek ngunu Bapak ngerti opo sing tak maksud, jelas aku yo tau enom koyok kowe lan aku yo wani nek perlu kurang ajar.








Ora bakal tak campur antarane urusan pribadi karo urusan keluarga, gawe negakno keadilane negoro iki ora koyok pengacara-pengacara liane sing moto duwiten. Pengacara sing ngunu kuwi ora peduli salah lan bener seumpamane nek usong salah tapi duwite akeh nyewo kanggo pengacara, pengacarane mung mentingno duwite tok, sing kalah karo duwit yo kalah.








Kowe mestine wes ngerti kang sejarahku isih enom.








Kowe saiki yok gak bedo adoh teko aku pas isih enom-enomanku.








Kowe yo ngerti riwayat uripku pas isih enom, cerito kang di tulis nang kampus luar negoro, wong-wong iku njuluki aku Singo KSU.








Aku ora tau mandek gudak wong nyolong-nyolong ngunuku keadilan sing nglarang nang negoro.








Kowe iso blajar akeh nang negoro iku.








Pengacara enom iku ngguyu karo ngangkat janggute lan nyawang pejuang kang adil sing koyok macan ora duwe untu iku, sing siso-siso prakosone isih enek.








Aku ora tekan gawe ngelem panjenengan. Panjenengan lan kabeh sejarah penjengan pancen ageng di damel omongan masio duduk resik soko masalah.








Aku duwe sak deretan tentang kebijakan-kebijakan sing uwis kok kerjakno. Lan aku keciliken gawe nantang lan gak pantas ngelem awakmu. Panjenengan wis ora butuh pujian maneh. Soale kowe duduk penegak keadilan sing resik, panjenengan mesti unggul lan gede. Tapi panjenengan iku ora adil dewe.








Pengacara tuwo iku ngguru mringis








Aku ora seneng kowe nyebut kowe iku aku, berarti awake dewe iso ngomong tenanan dadi sing profesional, baru buru keadilan. Iku kabeh yo ora ucul tekan gamblengan panjengenan tanpo kenal opo-opo!








Pengacara tuwo iku ngguyu mringis.








Kowe wis mulai maneh teko ngelem-ngelem maneh”








Pengacara tuwo iku nyaut”








Pengacara tuwo iku ngguyu lan kaget, deweke nyadar opo klirune lan jaluk sepuro.








Ora popo, ojo surut, ngomonge opo sing pengen kowe omongne, pengacara tuwo iku nyambung menangno, karo ngangkat tangane ngrasaake oleh lem-leman iku. Ojo mbatesi kowe dewe. Ojo mateni dewe karo jebakan-jebakan kowe ngalir sejarah wajar koyok moto banyu, koyok suworo banyu soale kowe di perlukno karo bangsamu iku.








Pengacara enom iku meneng ae merenung nyawang deweke dewe lan nerusake omongane luweh ayem.








Aku tekan mrene pengen ngrungokno omongane panjenengan, aku pengen omong-omongan.








Iyo ayo mulai, ngomongo sak bebase.








“Matur suwun, ngene. Duwung suwi iki negoro ngewehi tugas utowo penggawean aku mbelo penjahat gede sing sak pantese oleh ukuman mati. Pihak keluarga tekan karo seneng nang omahku ngungkapno kesenengane, negoro akhire adil amargo ngewenehi uwong belo kelas siji gawe wong-wong iku. Tapi tak tolak entah-entah. Nyapo? Amargo aku yo yakin negoro ora temen-temen ngewenehi aku penggawean aku gawe mbelani. Negoro namung pengen nelengake pementasan drama spektakuler, nang negoro sing tercela ukumane iki. Wis enek kebangkitan anyar, penjahat sing paling kejam iku uwis di keni uwong sing mbelo sing perkoso koyok mike Tyson, iku duduk istilah lan julukanku, aku nyilih opo sing di obral poro pengamat keadilan ning surat kabar gawe kabeh, amargo aku pengen berhasil menangake kabeh perkoro sing tak tangani.








Aku pengen ngomong ora nang nang negoro, amargo pengolean keadilan ora oleh dadi drama, tapi mutlak namung penggolean sing adem lan atos. Tapi negoro terus gupuhi karo macem-macem carane ben penggawean iku tak trimo. Nang kunu aku mulai mikir, ora mungkin kabeh iku ora nganggo alasan, lan aku nglakoni investigasi sing jeru lan tak temokne kenyataan, walhasil, kesimpulanku, negoro wis gawe dulinan drama, negoro pengen delengake nang rakyat negoro iki, kejahatan di belo marang kabeh wong, tetep kejahatan, seumpamane negoro tetep oleh njeblosno bangsat iku sampek titik terakhir ukuman tembak mati, masio uwis iku mestine kemenangan sing resik, amargo aku sing dadi jaminane. Negoro apene dadekno aku dadi pecuncang, lan iku sing aku tentang, negoro kudu percoyo negakno keadilan ora iso liane kudu adil lan resik, koyok sing uwis panjenengan lakoni.





















Pengacara enom iku mandek sak dilut gawe ngekei waktu pengacara duwur iku nyemak, terus deweke nerusake, tapi aku tekan mrene ora gawe njaluk pertimbanganmu, opo keputusanmu gawe nolak iku tepat utowo ora.








Aku tekan mrene amargo sawise negoro nerimo apik penolakanku, bajingan iku dewe tekan nang gone omahku lan jaluk karo hormat ben aku gelem belani wonge.








Terus aku trimo? Tugel pengacara tuwo iku.








Pengacara enom iku kaget, deweke nyawang pengacara tuwo iku karo heran.








Piye penjenengan biso ngerti?








Pengacara tuwo iku karo ngelus jenggot lan ngangkat matane ndeleng nang gone adoh, sak dilut ae tapi koyo wis ngaruhi jarak ewuan kilometer. Karo ambekan gede lan wonge ngomong amargo “aku kenal sopo kowe”








Pengacara enom iku ambekan dowo.








Yo aku gelem nrimo, amargo aku profesional. Dadi pengacara iku aku kudu biso nolak sopo wae uwong sing ngangkon. Penggaweanku dadi pembela, amargo dadi pembelo aku ngabdi karo wong sing butuh keahlianku gawe ngewangi pengadilan nglakoni proses peradilan supoyo biso kesampean keputusan sing adil.








Pengacara tuwo iku ngangguk-ngangguk sirah tondo ngerti.








Dadi sing pengen nok takokno?








“Kabehe”








“amargo ngunu kowe wis ngerti jawapane”








Pengacara  enom iku kaget, wonge natap njajal ngerteni opo sing nang jeo atiku ati uwong tuwo iku.








“Dadi langkahku wis bener?








Uwong tuwo iku balik ngelus janggute








“Ojo disek mempersoalne kebeneran,. Tapi kowe wis nunjuake kowe profesional. Kowe nolak tawarane negoro amargo nang walik tawaran iku ora mung usoho nggudak poro kebeneran lan negakno keadilan.








Sing koyok kowe gudak piye sing dadi profesioalmu dadi ahli hukum, tapi nang kene uwis ono tujuan-tujuan politik. Tapi tawaran sing podho soko uwing penjahat, malah kowe trimo apik, ora peduli uwong iku uwong sing pantes ditembak mati, amargo dadi profesional kowe ora iso nolak wong-wong sing jaluk tulung ben kowe mbelalani praktik-praktik pengadilan sing rusuh gawe nemukake peradilan sing apik lan bener.








Asale dilakoni tanpo ancamane lan tanpo sogokan duwet, kowe ora mbelani amargo keweden, duduk?








Ora! Ora blas!








Duduk amargo duwet








Ora!








Lan amargo opo-opo?








Pengacara enom iku ngguyu








Amargo dewe’e menang?








Ora enek kemenangan nang jero mburu keadilan. Sing enek namung usaha gawe nyedai opo sing luweh bener amarga kebeneran sejati, kebeneran sing paling bener namung ngipi awake dewe sing ora bakal tercapai, kalah meneng duduk masalah maneh.








Upayo iku gudaki iku sing paling penting, gawe ngelakoni proses iku, aku nrimo gawe koncoku.








Pengacara tuwo iku terkejut.








Opo jawabanku salah?








Uwong tuwo iku geleng-geleng








Koyok sing kowe omongne mau, salah utowo bener ora dadi masalah, namung enek kemungkinan seumpomo kowe mbelani, kowe supoyo berhasil metu tekan dadi pemenang, ojo ngremehno jaksa-jaksa sing di angkat karo negoro, aku krungu tim sing tangguh apene didukno.








Tapi kowe menang…








Perkarane durung mulai, kepriye apene ngerti menang?








Uwis bertahun-tahun aku urip dadi pengacara.








Keputusan uwis bisa diwoco masio sidang durung dimulai.








Duduk amargo materi perkoro iku, tapi amargo soal-soal sampingan, panjenengan terlalu ageng.








“pengacara enom iku ngguyu cilik”








“Iku lem-leman utowo peringatan”?








“Lem-leman”








“Asal penjenengan jujur mawon”








“Aku jujur”








“Bener?”








“Bener”








Pengacara enom iku ngguyu lan mangkut-mangkut sing tuwo memincingkan mripate lan mulai nembak maneh.








“Tapi kowe nrimo mbelani penjahat iku, duduk amargo wedi!ora! kanopo mesti wedi?








Wong-wong iku ora ngancam kowe?








Ngancam piye?








Pengacara enom iku pengen kepengen jawab tapi karo pengacara tuwo iku ora di wenehi kesempatan kanggo ngomong. Tak kiro wis ora enek sing dibahas maneh. Uwis jelas. Luwih apik kowe mulih saiki, babah aku ketemu karo anakku, amargo aku wis kangen karo anakku.








Pengacara enom iku dadi sedih, wonge ngadek apenene ngrangkul bapake. Tapi uwong tuwo iku ngangkat tangan lan merhatekno karo suarane serak. Nampake wis kelaran lan pegel.








Muliho saiki, penggaweanmu wis dadi profesional tapi..








Pengacara tuwo iku nutup mripate, trus nyandarno gegere nang kursi iku, sekretarise sing jelita iku ngemulake selimut nang awake, sak uwise iku wong wadon iku noleh nang pengacara enom iku karo roso trisno lan bangga.








Trus wonge nyidekno lambene nang kupinge wong wadon kuwi, supoyo suarane ora nangekno wong tuwo kuwi, supoyo suarane ora nangekno wong tuwo iku turu lan ngomong, Selamat malam.








Emboh opo mergo luluh karo meseme lambe wong wadon sing duweni mata ingkang sae niku, pengacara enom iku ora biso meneh nolak. Deweke nyawang pisan maneh uwong tuwo iku karo rasa hormat lan cintanya. Banjur deweke nyedaki tutuke ing kupinge wong wadon mau, supados ojo sampek nggugah wong tuo iku lan mbisikik.








“Omongono ing bapakku, lek bukti-bukti sing dikumpulkne karo negoro tasik sitik lan mboten kiat utawi lemah. Peradilan niki terlalu kesusu. Aku arep menangaake perkoro ini dan kuwi berarti arep mbebasake bajingan  ingkag diwedeni lan dikutuk karo kabeh rakyat ing negeri iku karo terbas bebas mbalek koyo manuk ing angkoso. Lan mugo-mugo kuwi gawe negeri kito niki dadi luweh dewasa sakcepete. Lek mboten, kito arep dadi bongso sing lalai”









Opo sing dibisikake pengacara enom kuwi banjur dadi nyoto. Karo gemilang lan enteng deweke mempecundangi negara ing pengadilan lan memerdekaaken maneh raja penjahat kuwi. Bangsat iku ngguyu terkekeh-kekeh. Deweke ngrayakne kemenangane nggawe pesta kembang api sawengi deng, banjur lungo ing mancanegoro, ora mungkin diendus maneh. Rakyat ugo nesu. Kabeh kobong lan ngalir koyo lava panas ing dalan-dalan, nyerbu karo yel-yel lan poster-poster raksasa. Bangunan pengadilan  diserbu lan di obong. Hakime diburu-buru. Pengacara enom iku diculik, disikso lan akhire dibalekne sakwise dadi mayit. Tapi kuwi durung cukup. Rakyat terus ngumandangake lan pengen nggulingne pemerintahan ingkang sah.











Pengacara tuwo iku terpagut ono kursi rodane. Lan sekretaris jelitanya macakne berita-berita ingkang nyebar ing wilayah negara karo suara sing empuk, banyu mripat netes ing pipi pengacara gedhe iku.








“Sakwise kowe teko dadi pengacara enom yang gumilang lan njaluk aku ngomong dadi profesional, anakku,” rintihnya amat sedih, “aku terus mbuka pintu lan ngarepake kowe teko meneh mrene dadi putra. Lak wes aku elengake, aku rindu karo anakku. Opo kowe lali lek awakmu duduk ae wong profesional, nanging yo seorang putra teko ayahmu. Opo kowe ora pengen ngrungoake opo dawuhe bapak ing putrane, kalau ngadepi karo perkoro, ing ngendi wong penjahat gedhe sing terbebasne arep nyulut peradilane rakyat koyo bencono ing melanda negeri kito saiki niki”?..

























Currently have 1 comments:

Leave a Reply

Posting Komentar

Terimakasih Telah Berkunjung Ke Blog ini, Demi Majunya Blog ini Saya Mohon Kritik dan Saran Anda Yang membangun.